Latte Factor
20 December 2021
Sudah 2 tahun berlalu sejak Covid-19 muncul untuk pertama kali. Mungkin di awal pandemi kita sempat “kaget” karena harus menghabiskan banyak waktu dirumah. Mungkin juga kita stress, merasa harus banyak menghibur diri dirumah untuk menggantikan waktu rekreasi ke mall atau nongkrong di café kesukaan kita yang tidak bisa lagi dilakukan kala itu. Akibatnya, banyak pengeluaran tak terduga demi mendukung itu semua. Ada yang beli alat steril ruangan, gadget pendukung untuk zoom meeting, binatang peliharaan, dan lain sebagainya, dengan alibi untuk menjadikan kita tetap “waras” di rumah. Tentunya saya berpendapat bahwa itu adalah hal yang normal terjadi, namun 2 tahun saya anggap waktu yang cukup untuk beradaptasi dengan itu semua.

Ada pepatah mengatakan bahwa waktu terbaik berinvestasi adalah sekarang. Apalagi dengan kondisi yang membuat kita sudah mampu beradaptasi seperti sekarang ini. Lalu, apa kaitannya dengan Latte Factor? Latte Factor ini adalah sebuah teori yang diciptakan oleh seorang ekonom bernama David Bach, yang menggambarkan sebuah keadaan dimana pengeluaran kecil yang kita lakukan secara berulang, ternyata bila dijumlahkan dan dimanfaatkan, potensinya bisa luar biasa. Dalam hal ini ia menggunakan perumpaan segelas Latte (kopi).

Seseorang digambarkan membeli minimal segelas Latte setiap hari, terkadang 2 gelas. Tentu kopi yang kita tahu beragam harganya, mulai dari kopi sachet yang harganya Rp5,000-an hingga kopi di coffee shop yang bisa mencapai Rp50,000-Rp70,000-an. Anggap saja 1 gelas harganya rata-rata Rp30,000. Dalam sebulan, pengeluaran untuk kopi sudah Rp900,000. Dan dalam setahun, pengeluaran untuk kopi saja sudah mencapai Rp10,800,000. Alih-alih dibelikan kopi, bagaimana jika uang tersebut diinvestasikan? Mari kita hitung bersama.

Dengan menggunakan perhitungan apabila uang ditempatkan di deposito (bentuk investasi paling konservatif) dengan bunga sebesar 4.5%, dan dengan menggunakan perhitungan compound interest, dalam waktu 10 tahun, uang yang bisa kita kumpulkan dari menghemat segelas kopi adalah sebesar Rp132,712,661 dan dalam 20 tahun, kita bisa mengumpulkan Rp338,811,366. Waw! Angka yang fantastis, bukan? Tentunya, hal ini tidak hanya berlaku untuk kopi, tapi dapat juga diaplikasikan pada pengeluaran lainnya, seperti rokok, boba drink, biaya transfer antar bank, serta hal lain yang kita anggap kecil namun ternyata berulang setiap hari.

...
Tapi pertanyaannya, apakah sesederhana itu untuk mengorbankan pengeluaran kita? Apalagi orang bisa beralasan “kalau nggak ngopi, nggak bisa kerja” atau “kalau nggak ngerokok, nggak bisa konsentrasi.” Apakah itu benar? Ataukah itu jadi alasan untuk tetap melakukan kebiasaan tersebut? Menurut David Bach, solusi untuk kita bisa mulai menabung adalah “being mindful”. Target awalnya bukan langsung untuk menghilangkan kebiasaan, tapi mulai dengan mengurangi. Misalnya yang tadinya minum kopi seminggu 7 kali, bisa dikurangi menjadi 2 hari sekali. Atau yang merokok sehari 1 bungkus, bisa dikurangi menjadi seminggu 1 bungkus. Mulai secara perlahan dan bertahap.

Solusi kedua adalah dengan berpikir dengan matang apakah pengeluaran-pengeluaran ini betul-betul ada gunanya. Apakah kita betul-betul membutuhkannya atau hanya menjadikannya alasan untuk mendukung pekerjaan. Dan yang terakhir adalah “try to earn more”, yakni pemikiran bahwa apakah dengan pengeluaran tersebut, kita jadi bisa berpenghasilan lebih dari sekarang atau tidak. Apakah dengan kita membeli peralatan olahraga lengkap, matras yoga, atau set baju olahraga yang lucu, membuat kita jadi semangat olahraga di rumah atau ujung-ujungnya tidak dipakai juga.

Mungkin saat ini kita mulai berkaca pada diri kita sendiri, apa Latte Factor yang ada di hidup kita sekarang. Dan ini hal yang baik, karena kita mulai punya self-awareness tentang pengeluaran kita. Tanyakan lagi ke diri sendiri, apakah pengeluaran itu bisa ditahan, apakah kita betul-betul memerlukannya. Terakhir, jangan lupa uang yang sudah kita sisihkan, jangan disimpan saja dibawah tempat tidur saja, melainkan kita investasikan di instrumen Investasi manapun yang paling nyaman menurut kita masing-masing. Ingat, investasi mulai dari sekarang.

Baca artikel lainnya:

Tahun Baru, Resolusi Tetap Sama?

Gara-gara "Siapa tahu.."

Home Sweet Home

Pintu Darurat, Stingray dan Baggage Scanner

Written by Karen Miranti
List of Authors
Subscribe
Get up-to-date information by signing up for our newsletter
Contact Us
We are happy to answer any questions you may have
Address
Sahid Sudirman Center
Jalan Jend. Sudirman Kav.86, Lantai 12
Karet Tengsin, RT.10/RW.11
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
10220