Laporan e-Conomy SEA 2020 yang dikeluarkan oleh Google, Temasek, dan Bain & Company mencatat kenaikan yang cukup signifikan dalam jumlah waktu yang dihabiskan masyarakan Indonesia untuk mencari hiburan online ketika penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan setelah PSBB dibandingkan masa sebelum pandemi.
Tim EXTREME On-The-Ground Sucor Sekuritas melalui sebuah survey baru-baru ini juga menemukan bahwa sebagian besar masyarakat menjadikan berbagai kanal media digital sebagai sumber informasi dan juga hiburan. Mayoritas dari responden menyebut media sosial dan YouTube sebagai sumber utama informasi mereka diikuti oleh situs berita. Tidak mengherankan bila hampir seluruh media di Indonesia mendorong pertumbuhan dan ekspansi kanal-kanal media sosial mereka demi menarik lebih banyak pembaca atau pemirsa.
Meski begitu, data dari perusahaan analitik milik Amazon.com, Alexa, menyebut situs-situs berita tetap mendominasi daftar website dengan kunjungan terbanyak di Indonesia. Sebanyak 11 dari daftar 15 besar situs di Indonesia dikuasai oleh situs berita, sisanya diisi oleh Google, YouTube, dan website e-commerce Tokopedia dan Bukalapak.
Namun yang menarik, perusahaan raksasa media dan televisi free-to-air (FTA) ternyata masih mendominasi sebagian besar dari daftar 10 situs media terbesar di Indonesia. Okezone.com dan Sindonews.com, misalnya, merupakan bagian dari grup PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNCN) sementara Liputan6.com dan Merdeka.com berada di bawah naungan Kapanlagi Youniverse milik PT Surya Citra Media Tbk. (SCMA). Grup Kompas Gramedia mengendalikan Tribunnews.com, Kompas.com, dan Grid.id sementara Suara.com dimiliki oleh PT Arkadia Digital Media Tbk. (DIGI).
Media online di Indonesia diperkirakan akan tumbuh lebih kuat lagi selama masa pandemi karena pembaca beralih ke layanan internet untuk mengonsumsi berita. Consumer Insights Survey 2020 yang dilakukan PwC menunjukkan bahwa hiburan dan media menjadi salah satu dari 3 pengeluaran terbesar masyarakat selama pandemi setelah produk kesehatan dan bahan makanan. Tingginya pertumbuhan belanja iklan untuk media digital juga berpotensi mendorong kenaikan pendapatan berbagai perusahaan media di Indonesia.
Dalam hal hiburan, mayoritas responden dalam survey kami masih menjadikan YouTube dan media sosial sebagai sumber tayangan menghibur untuk mereka, diikuti oleh layanan video streaming, seperti Netflix, Vidio.com, maupun RCTI+.
Tak heran bila YouTuber Indonesia mampu menarik jutaan pengguna untuk berlangganan akun dan menonton konten mereka. Tayangan pertandingan catur antara pemain amatir Dewa Kipas dan Grand Master Irene Sukandar yang ditayangkan secara live di akun YouTube Deddy Corbuzier, misalnya, mampu menarik penonton live hingga lebih dari 1,2 juta sementara rekaman videonya ditonton lebih dari 12 juta kali hingga 14 April lalu ketika laporan ini kami tulis.
Selain mendapatkan penghasilan dari AdSense YouTube, Deddy juga menampilkan berbagai merek produk, seperti air minum kemasan, kopi, dan e-commerce, dalam tayangannya. Social Blade memperkirakan Deddy mendapat USD2,400 hingga USD38,000 dari AdSense di hari penayangan pertandingan secara live saja. Pendapatan itu bisa naik lebih tinggi lagi karena jumlah penonton videonya yang terus naik.
Meskipun minat masyarakat terhadap tayangan on-demand sangat besar, masih banyak di antara mereka yang enggan untuk membayar biaya berlangganan layanan streaming music maupun video. Survey kami menemukan hampir separuh dari responden mengatakan tidak berlangganan layanan streaming.
Lebih dari 56% responden yang tidak berlangganan mengatakan mereka tidak mau mengeluarkan biaya tambahan sementara 32% mengatakan mereka tidak punya cukup banyak waktu luang untuk menonton tayangan on-demand yang ditawarkan layanan streaming.
Sementara itu, mereka yang berlangganan mengatakan biaya yang mereka keluarkan sepadan dengan apa yang mereka dapatkan. Hampir 70% dari responden yang berlangganan mengatakan mereka membayar untuk 2-3 streaming platform dan sekitar 55% mengeluarkan biaya sebesar IDR 100,000 hingga IDR 300,000 per bulan. Mereka pun tidak merasa keberatan atas biaya tambahan tersebut.
Di tengah rendahnya keinginan masyarakat untuk berlangganan layanan streaming, belanja iklan untuk media digital tumbuh pesat. Survey yang dilakukan Mobile Marketing Association (MMA) dan SurveySensum tahun lalu menunjukkan 48% perusahaan berencana untuk menambah anggaran beriklan di media digital dibandingkan 19% yang ingin menambah anggaran beriklan di televisi.
Data dari Nielsen Ad Intel juga menunjukkan kenaikan porsi belanja iklan di media digital menjadi 20% dari total belanja iklan hingga Juli 2020 dibandingkan 6% pada periode Juli 2018 hingga Juni 2019 ketika Nielsen mulai mencatat belanja iklan untuk media digital.
Perusahaan penyedia jasa intelijen media Magna memperkirakan belanja iklan digital akan tumbuh 6,5% di 2020 dan pangsa pasarnya akan naik menjadi 35% dari total keseluruhan belanja iklan. Sementara itu, total belanja iklan pada 2021 diperkirakan akan tumbuh kuat hingga 10%.
Tahun ini, Sucor Sekuritas memperkirakan sektor media akan menikmati kenaikan belanja iklan ini yang ditandai dengan pulihnya pertumbuhan pendapatan dan mulai normalnya produktivitas pembuatan konten. Kami memperkirakan pendapatan sektor media akan tumbuh 12% di 2021 dengan CAGR 15,8% sepanjang periode 2020-2023. Sementara itu, laba untuk sektor media kami perkirakan akan tumbuh 15,5% di 2021 sebelum melonjak lebih tinggi dengan CAGR 23,1% pada periode 2020-2023.
Kami memberi rating Overweight bagi sektor Media dengan rating BUY untuk tiga perusahaan yang kami cover. Top pick kami adalah MCNC (TP IDR 1,400) sementara kami menaikkan rating SCMA menjadi BUY (TP IDR 1,800) dan menginisiasi PT Mahaka Radio Integra (MARI) dengan rating BUY (TP IDR 410).
Untuk informasi lebih lanjut mengenai temuan dan report kami, silakan klik tautan berikut ini:
http://bit.ly/OTG_DigitalMedia