Belajar Berserah
17 March 2020
Saat menulis blog ini, saya sedang duduk di kantor baru karena Sucor memberlakukan sistem splitting team sebagai bagian dari BCP (Business Continuity Plan) menghadapi coronavirus. Setiap hari berita berubah. Pasien baru teridentifikasi, aturan baru diberlakukan (tempo hari kendaraan umum dibatasi, hari ini kembali seperti normal), dan meme baru bermunculan. Setiap hari kita harus belajar beradaptasi, entah work from home, social distancing, mask hoarding hingga pindah lokasi kantor seperti yang saya hadapi sekarang ini.

Satu hal baik yang muncul dari situasi ini adalah, banyak ide kreatif bermunculan. Bagaimana bisa meningkatkan efisiensi - menyederhanakan proses kerja dan tetek bengeknya sehingga terasa lebih ringan dan tepat guna. Selain itu, kita juga belajar bagaimana bisa bekerja dimanapun kita berada, menggunakan alat yang seadanya. Cut off the fat, kata orang. Walau sebagai orang yang sudah berusaha menurunkan berat badan bertahun-tahun, prosesnya tidaklah semudah itu.

Lain lagi dengan situasi di pasar modal. Pyuh, rasanya seperti menonton bola. Semua mata tertuju pada bola yang digiring pemain... kadang naik kadang turun, eh tiba-tiba pertandingan terhenti kena trading halt di menit-menit menjelang berakhirnya pertandingan. What an adrenaline rush. 

Orang-orang mulai mengeluarkan analisa mereka, bak komentator sepak bola. Ada yang menyesal, kenapa tidak cepat-cepat menjual saat ada kesempatan. Ada yang sibuk mau membeli, mumpung harga saham mendadak diskon. Tapi, tidak ada yang pernah tau dimanakah bottom berada. Jadi kapankah waktu yang tepat untuk membeli? Apakah coronavirus akan berakhir di bulan April saat musim panas mulai di negara 4 musim, dan market akan mulai rebound kembali? Ataukah winter is coming? 

Jika Anda membaca blog ini dan berharap saya punya jawabannya, maka hanya akan timbul rasa kecewa. Tidak. Saya tidak punya jawaban yang akan membuat semua orang bahagia. Tidak soal berakhirnya coronavirus. Tidak soal kapan kondisi IHSG akan membaik. Tidak soal apakah resesi sudah dimulai.

Saya hanya ingin berbagi sedikit cerita tentang satu buku yang baru-baru ini saya baca bertajuk The Ministry of Utmost Happiness karya Arundhati Roy. Jika Anda penggemar sastra, pasti tau kalau Arundhati Roy terkenal lewat karyanya The God of Small Things yang diterbitkan tahun 1997. Ia membutuhkan waktu 20 tahun, yakni 2017, sebelum mengeluarkan masterpiece barunya The Ministry of Utmost Happiness. 

Jelas saya amat bersemangat membacanya. Lalu saya buka bab pertama, dan tidak bisa melanjutkan karena begitu menghentak pikiran. Bab itu berjudul Where do Old Birds Go To Die?

Diceritakan tentang perbincangan antara seorang yang beragama Hindu dan Islam. Kedua agama ini memiliki kepercayaan yang berbeda tentang cara menguburkan seseorang yang telah berpulang. Di Islam ada prosesi memandikan jenazah, didoakan lalu dikuburkan dengan penuh hormat. Di Hindu ada proses memberi penghormatan terakhir pada jenazah sebelum akhirnya dikremasi. Sungguh berbeda. Itu baru dua kepercayaan. Belum lagi kalau kita harus membahas semua adat dan budaya yang ada di seluruh dunia.

Tapi kalimat selanjutnya membuat saya amat kagum. 

"Where do old birds go to die? Do they fall on us like stones from the sky? Do we stumble on their bodies in the streets? Do you not think that the All-Seeing, Almighty One who put us on this Earth has made proper arrangements to take us away?"

Coronavirus datang dan membuat semua orang tak berkutik. Negara yang tajuknya adikuasa pun takluk dibuatnya. Trump pun mengumumkan tanggal 15 Maret lalu sebagai hari doa nasional, alias National Prayer Day di Amerika Serikat.

Haruskah kita merasa takut? Sementara burung saja diurus Tuhan. Kita tidak pernah melihat adanya rumah jompo untuk burung-burung tua, atau TPU burung - tapi bisa berpulang dengan tenang tanpa harus berjatuhan di pinggir jalan. Burung tak punya lumbung padi, atau supermarket tempat ia bisa menimbun beras atau hand sanitizer - tapi tetap mendapat makanan yang dibutuhkan. Burung tampak tak berdaya, tapi Yang Kuasa tetap menjaga.

Jangan salah, bersiap-siap itu penting. Kita harus menjaga apa yang penting bagi kita: keluarga, kesehatan, keberlangsungan hidup, kemurah-hatian, kebaikan, solidaritas pada sesama, saling menjaga, gotong royong. Terlebih lagi di masa-masa seperti ini.

Tapi seberapa hebatnya pun kita bersiap, akan ada masa-masa dimana kita mencapai batasnya. Saat kita mulai merasa lelah, putus asa dan tak tau harus berbuat apa... mari belajar berserah. 

Written by Oriana Titisari
List of Authors
Subscribe
Get up-to-date information by signing up for our newsletter
Contact Us
We are happy to answer any questions you may have
Address
Sahid Sudirman Center
Jalan Jend. Sudirman Kav.86, Lantai 12
Karet Tengsin, RT.10/RW.11
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
10220