Menghindari Cedera, Mencari Cinta
30 September 2019
Nightmares are what we learn from in order to regain the power to dream.”

Nigel Andrews , The Financial Times

Sudah nonton film Joker?

(SPOILER ALERT) 

Film ini mengundang banyak kontroversi. Ada yang menganggap film ini bikin super stres. Bahkan banyak peringatan yang beredar bahwa ini film konsumsi dewasa. 

Di sisi lain, ada yang menganggap film ini autentik, mengundang pemikiran serius tentang perlunya saling pengertian dan bahkan mengundang enlightment. 

Karakter Arthur Fleck (Joker) sebenarnya mau berbuat hal-hal yang baik, bahkan misi hidupnya mulia: Arthur benar-benar ingin menyebarkan kesenangan dan kebahagiaan di dunia. Tulus. 

...Arthur sangat menikmati bekerja di rumah sakit khusus anak-anak, berusaha memaafkan orang yang berbuat jahat padanya, dan  berusaha sangat keras untuk mempercayai bahwa memang ada orang-orang yang benar-benar bermaksud baik padanya. 

Sayangnya, di setiap aspek hidupnya, Arthur selalu menjadi bulan-bulanan. Termasuk oleh ibunya sendiri. Toh, dia masih merawat ibunya dengan penuh kasih sayang. Arthur juga masih berusaha mengajak orang untuk tertawa dan berbahagia dengan mencoba untuk menjadi stand-up comedian. Tapi malah menjadi bahan candaan seorang host acara talk show dan penontonnya. Pacarnya ternyata tidak lebih dari sebuah fantasi. Bahkan pikiran Arthur pun menipu dan mempermainkan dirinya sendiri. 

Setiap orang ada batasnya. Ada breaking point-nya. Ketika Arthur tidak melakukan kesalahan apapun, tetap saja orang menertawainya. Menghinanya. Bahkan, lebih parah, menggangapnya tidak ada. 

Akhirnya Arthur memberontak. Arthur mengambil identitas yang baru: Joker. Dia mulai percaya bahwa tidak ada jalan untuk lepas dari realitas hidupnya. Menyebarkan kebahagiaan adalah sia-sia belaka dan Arthur tidak lagi perlu takut kehilangan apa-apa karena mulai percaya bahwa dia memang tidak punya apa-apa. Harapan pun tidak ada. 

Tidak ada intensi jelek. Awalnya, satu-satunya yang Arthur inginkan adalah orang bisa menghargai intensinya untuk menyebarkan kebahagiaan. 

Yang menarik, setelah Arthur menjadi simbol pemberontakan, setelah Arthur menjadi Joker, banyak warga Gotham yang menunjukkan bahwa mereka merasakan penderitaan Arthur. Sama seperti Arthur, mereka merasa tidak dicintai, kesepian, dan tidak dihargai oleh siapapun. Bergabungnya banyak warga Gotham ke “gerakan” Arthur/Joker adalah sebuah bukti bahwa banyak orang yang merasa menerima perlakuan yang sama dinginnya, sama kejamnya. 

Di luar segala kontroversinya, pesan dari film ini sangat jelas: ajakan untuk berbuat baik dan menghargai sesama kita, semata-mata karena kita ingin berbuat baik dan menghargai sesama. Juga untuk menyebarkan kebahagiaan semata-mata demi kebahagiaan itu sendiri. 

...Sudut pandang yang lain adalah bahwa cerita Joker ini adalah cerita mengenai seseorang yang mengalami cedera (injury) dalam hidupnya. 

Dalam dunia olahraga, konsep terluka (hurt) dan cedera (injury) sangat dibedakan. Terluka itu wajar dan memang menjadi bagian hidup seorang atlet. Terluka tidak menyebabkan atlet harus istirahat atau pensiun. Sedangkan cedera adalah sesuatu yang fatal bagi seorang atlet, karena mungkin sang atlet harus pensiun atau paling tidak beristirahat dan tidak bisa ikut bertanding.

Pertanyaannya adalah: Menghadapi perubahan jaman yang sedemikian cepat saat ini,  bagaimana kita mempersiapkan diri kita supaya bisa menghindari cedera (injury) dan bisa tetap ikut bermain (playing in the game) di kehidupan kita sehari-hari? Bagaimana kita menghindari rasa marah yang secara bertahap dapat bermetamorfosis menjadi injurymental kita?

Kalau diingat-ingat, waktu kita marah kita sebenarnya tahu bahwa itu kesalahan. Bahwa itu kelemahan. Ok, kadang di film-film juga suka digambarkan bahwa kemarahan itu adalah energi yang luar biasa dalam hidup. Misalnya ada istilah “revenge is a dish best served cold.” 

Tapi marah ini energi negatif, polusi besar di jiwa kita. Racun.

Ketika kita marah, tiap pikiran yang diwarnai kebencian membawa lebih banyak energi negatif, yang hobi menyalahkan orang lain. Tiba-tiba “kreativitas” kita muncul. Tiba-tiba ada cerita yang kita mau percayai sebagai cerita yang benar, bahkan cerita sekelas legenda kolor ijo sekalipun. Juga tiba-tiba kita lebih permisif ke rasa marah. Maaf ya, wajar dong saya sedikit marah? Semuanya menghujam ke bawah. Sampai lupa kenapa pada awalnya kita marah. Kita mulai bereaksi ke reaksi kita sendiri....seperti Arthur Fleck/Joker?? Oh no... 

Di tahun 1967, Martin Luther King Jr pernah berkata ke teman-temannya sesama pemimpin pergerakan civil right di Amerika “Hate is too great a burden to bear.” Kebencian dan rasa marah itu beban yang terlampau berat. 

Seandainya saja Arthur Fleck dan orang-orang yang mempermainkannya, juga orang-orang dimanapun yang sedang dikendalikan oleh kemarahan, mendengarkan apa yang dibilang Martin Luther King Jr. ini...

Juga apa yang dibilang oleh thought leader Eckhart Tolle sangat relevan di era marah-marah ini. Di matanya, di saat kita sadar mengenai ego dalam diri kita, maka ego bukan lagi ego, melainkan pola pikiran lama. Ego berarti unawereness. Karena awareness dan ego tidak bisa hidup berdampingan. Ego mengambil alih pikiran kita, membuat kita tidak aware. 

Apa sih ego itu sebenarnya? Ego adalah identitas yang kita buat. Cerita yang mau kita percaya tentang siapa kita. Seperti misalnya profesi, status sosial, pengetahuan dan pendidikan, suku, penampilan fisik, kebangsaan, dan sebagainya. Tapi ya itu, hanya cerita. Yang terpisah dari awareness kita ke present moment. Terpisah dari masa di mana kita berada saat ini. 

Masalahnya di mana? Ego itu ternyata suka dengan perasaan terluka. Ego juga suka berjaya di saat ada konflik dan kesakitan, pada saat kita tersinggung. Tanpa kita sadari, kita membiarkan ego menguasai kita di saat-saat terluka ini. Dari luka menjadi cedera. 

Pesan dari film Joker itu murni dan sederhana: untuk mencegah luka menjadi cedera di tengah segala hiruk-pikuk dunia saat ini, untuk mencegah Arthur Fleck yang baik hati menjelma menjadi Joker yang mengerikan, kita bisa memulai dengan berbuat baik dan menghargai sesama. Semata-mata karena kita ingin berbuat baik dan menghargai sesama, karena kita tulus.  

Kabar baiknya adalah kondisi natural kita adalah cinta. Bukan benci. Sebelum ada Joker, ada Arthur Fleck. Pada dasarnya manusia ingin menjalin hubungan dengan sesamanya dan ingin merasa bahagia. Daripada hidup dipakai untuk marah-marah dan perang ego, lebih baik kita fokuskan untuk cinta dan pelayanan buat sesama. 

Sebuah eksperimen di Australia menunjukkan bahwa kunjungan anak-anak kecil ke rumah jompo membawa dampak yang dahsyat. Kenyataannya, 40% penghuni rumah jompo tidak pernah dikunjungi dan merasa kesepian. Dan rasa kesepian berujung pada mereka tidak pernah keluar ruangan, tidak pernah olah raga, dan akhirnya masuk ke jurang depresi. Siklus yang terus berputar. 

Setelah dikunjungi anak-anak berusia 4 tahun selama 7 minggu dan melakukan banyak aktivitas bersama, hasil monitoring tim dokter menunjukkan perubahan dramatis. Tidak kurang dari 80% penghuni rumah jompo ini menjadi lebih bahagia dan depresi berubah menjadi canda tawa. Sebagian besar juga merasa lebih fit dan menjadi rajin jalan kaki. Juga merasa lebih mandiri. 

Eksperimen ini sekali lagi menunjukkan bahwa yang kita perlukan adalah .... cinta.

Untuk investor pasar modal, pada akhirnya pasar saham akan jauh lebih diuntungkan dengan lebih banyak Arthur Fleck yang tidak mengalami cedera di sekitar kita, bukan dengan lebih banyak Joker. Kita bisa mulai dengan hal-hal yang sederhana, seperti bersikap baik ke orang-orang di sekitar kita, kenal maupun tidak. 

The moment you become aware of the ego in you, it is strictly no longer the ego but just an old, conditioned mind patternEgo implies unawareness. Awareness and ego cannot coexist”

Eckhart Tolle, penulis buku The Power of Now dan A New Earth: Awakening to Your Life's Purpose

Written by Wuddy Warsono, CFA
List of Authors
Subscribe
Get up-to-date information by signing up for our newsletter
Contact Us
We are happy to answer any questions you may have
Address
Sahid Sudirman Center
Jalan Jend. Sudirman Kav.86, Lantai 12
Karet Tengsin, RT.10/RW.11
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
10220