Kucing Liar
10 January 2025
Tidak ada manusia yang tidak memiliki masalah; Konglomerat, orang biasa, Bos, karyawan, orang tua, anak muda—semua menghadapi masalahnya masing-masing.

Hari itu aku pulang kerja seperti biasa—menjelang petang dan matahari mulai redup. Namun ada satu hal yang sedikit membuat hari itu tidak biasa. Aku pulang dengan wajah yang sedikit tertekuk dan masam. Layaknya seorang manusia biasa, beberapa minggu ke belakang aku pun sedang mengalami beberapa guncangan hidup. Biasa lah… Sore itu, aku meminta seorang sahabat dekatku untuk tidak langsung pulang, melainkan untuk mampir makan malam sambil aku berkeluh kesah. Sahabatku setuju. Sepanjang perjalanan, kami sibuk menentukan kemana kita akan menepi. Dari tiga opsi yang ditawarkan, bersepakatlah kami mampir ke rumah makan pinggir jalan yang menjual ayam goreng (biasa lah, andalan anak kos).



1. Anak Kucing Tertidur di Samping Pot


Sesampainya di warung makan, masing-masing memesan seporsi makan malam. Harganya murah meriah, hanya tiga belas ribu Rupiah. Aku bilang pada sahabatku, “Kita makan dulu ya, isi energi. Habis ini aku mau ngeluh dikit”. Ia mengangguk. Sambil menunggu ayam goreng hangat disajikan, mataku tertuju pada sebuah pot di seberang meja. Ada sesuatu yang bergerak. Saat didekati, rupanya ada seekor anak kucing bermotif tilapia yang sedang nyenyak tertidur. Sebagai pecinta kucing, aku tentu tidak akan mendiamkannya begitu saja. Kuhampiri kucing kecil yang nampaknya belum genap berusia sebulan itu. Badannya kurus, ringkih, namun terlihat bersih. Kutengok sekeliling, tak Nampak ada induk maupun saudara-saudarinya. Karena kucing tersebut tertidur lelap dan ayam gorengku sudah tiba, aku membiarkannya tertidur.



2. Ukurannya lebih kecil dari air mineral!


Selama lima belas menit, sambil mengunyah perlahan kuperhatikan tak ada satupun kucing sejenisnya yang menghampiri. Firasatku sebagai pemilik seekor kucing mengatakan, ia memang terlantar seorang diri. Firasatku juga berkata bahwa ia tidur bukan karena mengantuk, melainkan menahan rasa lapar. Kasihan, kucing sekecil itu harus berkelahi seorang diri. Perlahan, kusisihkan daging ayam yang kumakan dan kupilih bagian daging yang tak berbumbu. Kudekati anak kucing tersebut sambil membawa sepotong kecil daging ayam. Benar saja, ia langsung bangkit terbangun begitu mencium aroma daging yang kusodorkan. Kuangkat anak kucing tersebut untuk duduk di dekatku. Ah, ia masih sangat kecil. Ia bahkan lebih kecil dari sebotol air mineral 600mL. Akhirnya kusodorkan daging ayam yang sudah kucacah kecil-kecil dan mengira-ngira seberapa banyak ia butuhkan. Sambil memperhatikan ia makan, aku tertegun. Aku membayangkan kehidupan jalanan yang sangat keras bagi kucing sekecil itu. Dengan ukuran lebih kecil dari air mineral dan hidupnya yang sendirian, bukan tidak mungkin ia akan sulit terlihat. Mungkin ia pernah tertendang, terinjak, bahkan mungkin tangisan meminta tolongnya tak terdengar oleh manusia. Ia hanya bisa berharap belas kasih dari Tuhan yang disalurkan melalui manusia pilihannya. Ia tak punya pilihan lain, selain bertahan hidup atau mati sendirian. Namun ia tidak patah semangat, ia tetap mengeong pada tiap orang yang ditemui, berharap belas kasih Tuhan tersalurkan lewat salah satunya. Hatiku berat memikirkan hal itu. Aku mungkin bisa menolong kucing kecil ini hari ini, tapi bagaimana nasibnya esok? Lalu, bagaimana dengan makhluk lain di luar sana? Tentu ada banyak makhluk Tuhan yang bernasib sama.

Seketika, aku terhenyak. Aku tersadar sebuah hal yang sangat penting. Sebagai manusia yang dilahirkan dengan akal sehat, masalah sebesar apapun bisa kucari jawabannya. Masalah serumit apapun bisa kuusahakan untuk selesai; meski harus tertatih, terjungkal, ataupun terseok-seok. Banyak makhluk Tuhan yang hanya bisa mengandalkan uluran kasih Tuhannya, namun tetap menjalani perannya sebagaimana mestinya. Seperti kucing kecil ini. Tanpa ada kata mengeluh, mereka tetap teguh menjalani hari berharap belas kasih Tuhan untuk bisa bertahan hidup satu hari lagi. Jika mereka dapat melakukannya, kenapa aku tidak?

Lamunanku buyar kala sahabatku menegur untuk menagih cerita. Dengan suara yang tercekat kukatakan dengan mantap, “Nggak jadi. Aku sudah menemukan jawabannya dari kucing ini” hingga akhirnya kujelaskan semua lamunanku tadi. Temanku tersenyum, menyiratkan sebuah raut wajah yang lega. Ia memang sedikit khawatir Ketika aku memintanya untuk mendengar keluh kesahku dengan wajah yang serius. Ah, terima kasih kucing kecil. Kamu sudah mengajarkan aku untuk tetap kuat. Kamu sudah mengajarkan aku sebuah pelajaran yang sangat berharga. Sambil pamit kuusap kepala kucing yang kini benar-benar tertidur itu. Ia mendengkur halus tanda merasa senang dan nyaman. Di perjalanan pulang wajah mungil kucing tadi masih membayangiku, tapi aku lega dan senang. Meski hanya bisa memenuhi perutmu untuk malam ini saja, kudoakan agar kasih Tuhan selalu menyertaimu. Semoga kamu bertemu orang-orang baik yang tidak menyakitimu. Tunggu aku kembali, ya! Kubawakan makanan dan vitamin jika kau masih ada disana.
 
Written by Billiansyah Abdillah
List of Authors
Subscribe
Get up-to-date information by signing up for our newsletter
Contact Us
We are happy to answer any questions you may have
Address
Sahid Sudirman Center
Jalan Jend. Sudirman Kav.86, Lantai 12
Karet Tengsin, RT.10/RW.11
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
10220