Hari berlalu namun perasaanku tetap sama bahagianya. Hingga akhirnya suatu hari aku tak sengaja melihat sebuah unggahan tentang seorang anak—yang ternyata seusiaku dan baru saja diangkat sebagai manajer sebuah perusahaan. Dalam sekejap, semua rasa syukur yang ada lenyap sudah. Aku menghabiskan akhir pekan berpikir tentang pilihan hidup yang kujalani. Betapa menyedihkannya aku dan karirku, selama beberapa tahun ke belakang tiada kemajuan berarti. Aku kembali melihat unggahan tersebut seraya membandingkan apa yang sudah kucapai dan apa yang sudah ia capai. Rasanya? Tentu menyedihkan, melihat diri ini yang begitu jauh tertinggal dari anak lain seusiaku. Dalam hati aku membatin, “bagaimana aku bisa merdeka secara materi, kalau penghasilanku begini-begini aja?”.
Dengan tumbuh liarnya pemikiran soal materi dalam kepala, aku kehilangan motivasi dalam pekerjaanku. Bayangkan, pekerjaan yang amat kucintai—menjadi seorang guru dan bertemu banyak orang menjadi tak lagi menggairahkan. Dalam otakku, yang timbul hanya bagaimana caranya aku bisa mendapatkan banyak uang. Badai ini harus kulalui beberapa bulan lamanya, hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkan karirku sebagai guru dan memulai karir di industri kreatif dengan harapan akan memperbaiki perekonomian diri. Aku semakin giat bekerja dan mengejar pertumbuhan karir.
Siapa sangka, dengan peralihan profesi ini justru membuka mataku pada hal lain selain materi: aku belajar tentang cara kerja dunia yang rupanya sangat dinamis. Aku belajar bahwa menjadi dewasa bukan hanya soal materi maupun pencapaian, melainkan tentang seberapa gigih kita bertahan hidup dan seberapa baik kita berubah dari hari kemarin.
Semakin lama, aku juga sadar bahwa sebenarnya merdeka dalam diri bukan hanya seberapa besar uang yang kuhasilkan perbulannya, menjadi merdeka lebih dari sekadar kebebasan fisik; merdeka adalah perjuangan untuk membebaskan diri dari keterbatasan internal dan eksternal yang mungkin menghambat pertumbuhan dan potensi diri. Merdeka yang sejati bermula dari kesadaran dan pemahaman diri. Ini berarti mengenali kekuatan, keterampilan, dan impian kita sendiri. Ketika kita tahu siapa kita sebenarnya dan apa yang kita inginkan, kita dapat merencanakan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Namun, untuk mencapai kemerdekaan pribadi, kita juga harus menghadapi dan mengatasi rintangan internal seperti keraguan, rasa takut, dan pemikiran negatif yang mungkin menghambat langkah kita. Membangun kemerdekaan pribadi adalah perjalanan yang berkelanjutan. Ini melibatkan dedikasi untuk terus belajar dan tumbuh.
Dalam perjalanan menuju “kemerdekaan” versiku, aku mengambil banyak sekali pelajaran, diantaranya adalah Mengenali dan Menerima Diri Sendiri, Mengatasi Rintangan, hingga Mengelola Emosi. Melalui hal tersebut, kita dapat mencapai kemerdekaan pribadi yang sejati. Kemerdekaan ini tidak hanya memberi kita kebebasan untuk hidup sesuai keinginan kita, tetapi juga memberi kita peluang untuk hidup sesuai porsinya masing-masing. Melalui tulisan ini aku ingin menyampaikan sebuah pesan, satu kutipan dari film yang mengubah cara pandangku dalam hidup,
“A clock never come with extra parts, you know? It always comes with the exact part it needs. Now imagine the world as a big clock, we are here for a reason. We can’t be just an extra part. We might be different, but we serve our own important part”
--Hugo, 2011
Untukmu yang merasa kerdil dalam hidup, percayalah bahwa kita memiliki “porsi” kita masing-masing. Tidak perlu merasa bahwa pencapaian orang lebih tinggi atau lebih rendah, kita memiliki poros masing-masing, dan kita semua sama indahnya. Bukankah pelangi terlihat indah karena warnanya yang beragam?