Out of Comfort Zone
27 February 2023
Comfort Zone?”  Kata inilah yang sering diperbincangkan oleh orang-orang.

Semua orang mempunyai definisi comfort zone nya masing-masing. Comfort zone bisa berupa sofa tempat kita suka menghabiskan waktu sambil menonton tv, warung kopi tempat kita sering nongkrong atau perpustakaan kampus yang sering kita kunjungi untuk sekedar membaca buku.

Lantas sebenarnya apa definisi “Comfort Zone” selama ini ?

Menurut Alasdair A.K.White, dalam bukunya "From Comfort Zone to Performance Management" mengatakan bahwa, comfort zone merupakan sebuah keadaan dimana seseorang merasa terbiasa dan nyaman karena mampu mengontrol lingkungannya.

Comfort Zone merupakan suatu hal yang harus kita lawan dalam pemikiran kita. Pemikiran bahwa rasa takut menahan kita, dan mencegah kita dalam mengejar tujuan dan hal-hal yang ingin kita capai adalah sesuatu yang sebenarnya kita dalam diri kenali dengan baik.

Pertanyaannya adalah, “mengapa kita masih ragu untuk meninggalkan comfort zone kita ?”.

Banyak tokoh-tokoh sukses diluar sana yang serempak mengatakan

“Saat masih muda beranilah untuk keluar dari comfort zone kita, lakukan eksplorasi sebanyak-banyaknya, temukan tantangan-tantangan baru dan cobalah menghadapinya.”

Sekiranya itulah resep sukses yang sudah tidak asing mereka bagikan kepada kita semua.

Saat bertemu dengan situasi baru yang membuat kita takut, umumnya kita akan memilih untuk tetap berada di comfort zone kita, dan ragu untuk maju.

Comfort zone ini terasa ibarat sebuah tembok yang kokoh berdiri di depan kita, yang dimana dirasa mustahil untuk dilewati, padahal sebenarnya itu hanyalah sebuah ilusi dan mindset yang tertanam di kepala kita.

Istilah comfort zone ini pertama kali saya kenal semenjak saya tamat SMA. Pada saat itu, orang-orang menilai saya sebagai pribadi yang introvert dan cenderung tidak peduli akan dunia sekitar.

“Apakah itu benar?” Hmm, bisa dibilang benar.

Saya merupakan pribadi yang periang dan ramai hanya kepada orang yang saya sudah kenal lama. Di tengah keramaian, saya lebih senang mendengar lagu, dan menghayal sampai-sampai merasa memiliki dunia dan fantasi sendiri.

Saya suka merajut skenario-skenario indah di kepala saya sampai-sampai tidak menyadari bahwa saya sudah menghayal terlalu jauh. Ketika menghayal, hal-hal yang ada di dalam kepala saya semuanya terasa positif dan indah.

Seketika saya merasakan dunia ini hening dan nyaman ketika saya bisa mengeksplorasi khayalan yang ada di kepala saya saat itu. Bisa dibilang, disaat situasi itulah saya merasa berada di comfort zone saya.

Lantas apakah itu definisi comfort zone sesungguhnya? Pribadi saya di masa sekarang menjawab tidak.

Petualangan sesungguhnya terjadi ketika saya mulai memasuki dunia perkuliahan. Saya memutuskan untuk kuliah merantau keluar daerah, jauh dari keluarga, jauh dari suara deburan ombak pantai Kuta, jauh dari hiruk-pikuk kota Denpasar, dan jauh dari indahnya kawasan hijau Ubud.

Kenapa Kuta, Denpasar, dan Ubud? Yes, because “I'm just a kid from Bali”.

Dunia saat itu terasa hampa dan hening. Saya merasa gelisah dan tidak nyaman dengan lingkungan saya yang baru. Kondisi ini diperparah dengan padatnya tugas dan kegiatan perkuliahan sampai-sampai secara psikologis saya merasa lelah dan terdiam

“Apakah keputusan saya kuliah merantau sudah benar?”.

Sebagai seseorang yang introvert pada masa itu, bersosialisasi dengan orang baru adalah hal yang susah untuk dilakukan. Bersosialisasi dengan orang baru hanyalah akan membuat social battery life saya terkuras dengan cepat.

Pada saat itu saya lebih memilih menelpon orang tua saya untuk hanya sekedar bertegur sapa dan berbincang-bincang dengan segala kejenuhan aktivitas yang saya lakukan. Ditengah perbincangan tersebut, tiba-tiba ada satu hal yang orang tua saya sampaikan dan kalimat tersebut seperti membangunkan jiwa saya.

“Nak, sekarang kamu sudah kuliah jauh dari mama papa, dan itulah keputusan yang telah kamu buat. Jadilah mandiri, perbanyak koneksi, jangan takut mencoba hal baru dan ingat beranilah untuk keluar dari comfort zone mu”.

Comfort zone, lagi-lagi istilah populer ini keluar dan semakin lama semakin terngiang-ngiang di kepala saya.

Saya ingat hari itu sudah malam dan menunjukkan pukul 10 malam. Saya memutuskan untuk memejamkan mata saya sembari mencoba memahami wisdom yang orang tua saya sampaikan, apakah ada relevansi nya dengan kehidupan saya saat ini.

Hari demi hari berjalan terasa lambat, saya terus memikirkan wisdom yang orang tua saya sampaikan. Hingga suatu momen saya berhenti dan tersentak seakan ada hal yang datang merasuki pikiran saya.

“Wake up, you can’t just sit here and wait for the magic to come. Work on it, open yourself, do something new and explore more”.

Starting on that point, saya mulai mendengarkani bisikan yang berbicara dalam pikiran saya.

Saya mulai membuka diri dengan cara berkenalan dengan teman-teman baru, bersosialisasi dengan mereka, and guess what? “it turns out well”.

Kita mulai saling bercerita keluh kisah satu sama lain, mengerjakan tugas bersama, bahkan menjalankan hobi yang sama. Saya merasa yang dulunya saya seorang introvert berubah menjadi seorang ekstrovert yang ingin mengajak siapapun berkenalan.

“Is it my new comfort zone now?” Not yet.

Tidak berhenti sampai disitu, masih ada hal yang saya rasa belum saya capai, yaitu mencoba eksplorasi hal baru yang selama ini belum pernah dilakukan. Sama hal nya dengan khayalan, eksplorasi juga diperlukan dalam bentuk tindakan utamanya untuk menemukan passion kita.

Saya mulai beradaptasi dengan lingkungan baru, menjadi lebih proaktif di setiap situasi dan berani mencoba apapun yang saya inginkan.  Pada saat itu, saya merasakan pribadi saya berubah 180 derajat.

Saya percaya jika ingin mencapai kinerja yang optimal, kita harus keluar dari comfort zone tersebut. Semuanya dimulai dari langkah kecil, karena di setiap perjalanan yang besar semuanya dimulai dari sebuah langkah kecil. 

Terjebak dalam comfort zone walaupun membuat kita nyaman, tetapi hanya akan membuat potensi diri kita terpendam. “Why?”

Mirip seorang ahli karate, jika kita merasa nyaman dengan satu jurus saja, walaupun jurus tersebut adalah jurus andalan kita, suatu saat akan ada masa dimana jurus tersebut akan tumpul dan hilang dimakan zaman.

Itulah kenapa kita perlu memiliki berbagai macam jurus, mencoba hal baru, dan berani menantang jagoan diluar sana walaupun harus kalah terlebih dahulu karena kekalahan itu merupakan alat pembelajaran terbaik dibandingkan kemenangan.

“challenge yourself new thing every single day”

Saya menantang diri saya dengan berbagai cara salah satunya mengikuti perlombaan akademik CFAI research Challenge. Menang atau kalah adalah hal terakhir, yang terpenting adalah mencoba melawan rasa takut. Surprisingly, saya dan team berhasil menjadi finalis

Same condition also applies to the stock market. Bagi mayoritas generasi baby boomers, banyak yang menganggap investasi merupakan hal yang tabu, beberapa dari mereka bahkan mengatakan itu sebuah penipuan. Hmm padahal, itu sebenarnya tidak benar.

Miskonsepsi yang terjadi di kehidupan nyata ini sempat membuat saya takut untuk mulai berinvestasi, namun saya bertekad untuk menantang hal tersebut. Berani mencoba hal baru yang orang lain takut untuk melakukannya, menurut saya adalah sebuah gebrakan besar untuk berani keluar dari comfort zone.

...“Fear is the mind-killer. Fear is the little-death that brings total obliteration. I will face my fear. I will permit it to pass over me and through me.”

Saya pikir ketakutan adalah hal yang wajar.  Setiap hari, kita mengalami ketakutan di segala aspek, di dunia pendidikan bahkan pekerjaan. Tetapi ada suatu hal yang saya rasakan, yaitu hasil yang didapat dari melangkah keluar batas comfort zone sifatnya tidak dapat diukur.

Banyak keajaiban bisa terjadi saat kita berani mengambil kesempatan dan melangkah keluar dari comfort zone kita. Saya merasa sekali saja kita keluar dari comfort zone kita, itu akan menimbulkan ketagihan.

Meninggalkan comfort zone memang agak menakutkan, tetapi apa yang terjadi ketika kita dapat melakukannya dan mencapai tujuan yang kita inginkan ?

Tentu kita akan merasa bangga atas pencapaian yang telah kita raih dari melakukan sesuatu yang awalnya kita takuti tersebut.

If i may conclude, “comfort zone is a safe space where we don’t risk, but neither do we grow”.

Comfort zone bukan hanya sebatas lingkup lingkungan dimana kita merasa nyaman tapi lebih ke arah konsep mindset dan mental kita yang mencakup rutinitas harian dan cara berpikir kita.

Saat meninggalkan comfort zone, kita akan bertemu orang baru dan menjalani pengalaman baru. Selain itu, belajar untuk hidup diluar comfort zone kita, menghadapi hal-hal baru dan ketidakpastian akan membuat kita menjadi pribadi yang lebih kuat secara emosional

“The more you analyze the fear, the bigger it will become and the greater control it will have over you. Stop thinking and start doing, because magical things happen outside the comfort zone”.

...
Written by Arvin Winatha
List of Authors
Subscribe
Get up-to-date information by signing up for our newsletter
Contact Us
We are happy to answer any questions you may have
Address
Sahid Sudirman Center
Jalan Jend. Sudirman Kav.86, Lantai 12
Karet Tengsin, RT.10/RW.11
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
10220