Dua Sisi? Resep Sukses ala Jember
25 December 2022
Dua dunia yang berbeda, sore itu hanya dipisahkan oleh kaca mobil yang sudah mulai kusam dilekang waktu.

Di luar sana, air hujan tercurah dari langit serupa pancuran air raksasa yang sedang serapah pada kota Jember di Jawa Timur.

Kubuang pandang ke luar jendela yang merabun dari tetes air hujan yang merembes nyaris tak berjarak.  Kudapati seorang abang becak mengayuh becaknya sekuat tenaga, seolah berlomba dengan deras air hujan yang sama sekali tak mau kalah.

Peluh dan air hujan berbaur di wajah abang becak. Air sebanyak dan sederas itu mengaburkan kerut dan kendur pada wajahnya yang sepertinya akan terlihat lebih mengeriput saat hujan reda nanti. Berapa tua si abang becak, aku tak tahu pasti. Yang jelas, di atas batas usia pensiun.

Masih di luar sana, juga kulihat seorang pramuniaga berdasi sekadarnya di atas motor bebek tua. Jas hujan sang pramuniaga lebih difungsikan buat menutup barang dagangannya daripada tubuhnya. Sempat aku berpikir, manakah yang lebih penting? Apakah prioritas sang pramuniaga sedang salah? Tiba-tiba, aku teringat hal yang persis sama yang aku lakukan beberapa dekade silam, sebagai seorang pramuniaga bahan-bahan percetakan. Di masa itu, akupun mengutamakan barang dagangan daripada tubuhku sendiri di kala hujan badai sedang berkunjung.

Tapi itu dulu. Hari ini, di sisi dalam jendela, duniaku kering, sejuk dan nyaman. Kemeja putihku luput dari warna tanah basah, dan kuyup hujan dari balik jendela.

Pernahkah si pencipta mobil terpikir, bahwa karena ciptaannya, sekat yang samar akan semakin lebar?

Siapa yang pantas diam di dalam dan siapa yang pantas diamuk badai bagai pertunjukan teater yang terus berputar, berulang tanpa pemeran pengganti.

Wiper kaca depan mobil menari ke kanan dan ke kiri. Cepat. Kanan. Kiri. Kanan. Kiri. Stabil. Tak labil bagai diriku yang bergenang tanya tentang berbedanya dunia, dan betapa tak adilnya ia.

Hari itu, di kota Jember yang sedang dilanda badai, sebuah pertanyaan klasik kembali mengusik; apa dan siapa yang menentukan siapa yang berada di sebelah kaca yang mana?

Karena sedang berada di Jember, akupun terpanggil untuk menggali jawaban atas pertanyaan di atas dengan bertanya pada beberapa teman asal Jember yang berhasil meraih sukses dalam karir, baik sebagai profesional maupun pengusaha. Bagi orang-orang hebat ini, mengutip filosofer Zimbabwe Matshona Dhliwayo, badai adalah seorang seniman, dan pelangi adalah maha karyanya.

Kota Jember telah banyak melahirkan pengusaha dan profesional hebat di Republik ini. Bankir legendaris Mu’Min Ali Gunawan, pendiri Panin Bank, lahir dan besar di Jember. Pendiri Lippo Group Mochtar Riady juga lama tinggal dan berkarir di Jember. Di level profesional, banyak orang hebat asal Jember. Di dunia pasar modal misalnya, Jember adalah kota kelahiran banyak legenda pasar modal Indonesia. Mestinya ada yang istimewa soal Jember.

Ketika sedang termenung bergulat dengan pemikiran di atas, sopir dengan sopan santun Jawa Timur memberitahu bahwa kita telah tiba di Fox Coffee and Roastery. Mungkin diberi nama Fox karena ini binatang yang suka bergerombol dan berkomunitas, terutama di malam hari. Memang benar, malam itu, dan mungkin malam-malam lain pun adalah malamnya komunitas di Fox Coffee, tempat favorit menikmati kudapan dan kopi yang konon, punya daya mempersatukan.

...Entah kenapa bila soal kopi, seleraku kerap kali sok tinggi. Tentu saja selera yang sok-sokan ini tak muncul begitu saja. Salahkan kantor Jakarta yang dilengkapi mesin kopi serius yang biasa dipakai barista profesional.

Sayangnya sok-sokanku ini tak ditunjang komitmen pribadi untuk serius belajar bikin kopi dengan mesin yang sudah kepalang serius.

...Jujur ada rasa tidak yakin kalau kedai kopi di Jember bisa selevel dengan kedai sejenis di Jakarta. Tapi ya sudahlah, namanya juga mencoba. Memasuki kedai kopi, aroma sedap kopi yang baru diseduh langsung menyapa. Jadi teringat apa yang Howard Schultz, tokoh di balik sukses Starbucks, pernah bilang; bahwa wajib hukumnya aroma wangi kopi terasa begitu kental ketika pengunjung memasuki area kedai kopi Starbucks.

Long black dan piccolo jadi pilihan malam itu. Bau harum aroma kopi tadi tidak memberikan harapan palsu. Rasa kopinya kaya dan bikin lupa kalau aku sedang di Jember, bukan Jakarta. Hanya harga Jemberlah yang mengingatkan bahwa aku sedang tidak berada di ibukota. Harga yang membuatku makin betah.

...Walaupun bukan berlokasi di jalan utama, Fox bisa menjadi saksi bagaimana budaya kopi telah menjadi bagian hidup anak muda Jember. Gaya busana pengunjungnya pun rata-rata modis, namun tetap percaya diri tanpa perlu menjadi budak mode. Mungkin karena pengaruh acara tahunan Jember Fashion Carnaval yang legendaris itu.

Desain Fox Coffee juga terasa senada dengan modisnya pengunjungnya. Fox menempati rumah kolonial tua Belanda yang luas dengan pepohonan yang nampaknya sama tuanya. Rumah kolonial Belanda memungkinkan nostalgia soal elemen waktu yang, anehnya, belum pernah kita alami. Duduk di sebelah pintu hijau vintage, sepertinya dari era 1930-an, rasanya seperti masuk ke mesin waktu. Mataku langsung bertemu pandang dengan sudut-sudut seru berdesain eklektik, dan imaginasi pun menari bebas.

Dari rencana hanya akan singgah beberapa menit, akhirnya aku berada di sana lebih dari dua jam. Suasana guyub penuh canda malam itu mengingatkanku pada suasana seru nongkrong di warung depan Taman Hiburan Rakyat (THR) di Surabaya usai nonton Srimulat di jaman kuliah dulu. Bedanya, di Fox Coffee tidak perlu ada Srimulat untuk membuat suasana hati meriah.

Fox Coffee dimulai akhir 2019 di Jember oleh pengusaha Jakarta asal Jember, Agus Suthedjo dan istrinya Susan Dewijana. Fox Jember berlokasi di rumah masa kecil Susan dan di-desain seperti bagaimana Susan berkarya di rumahnya sendiri; dengan hati. Idenya adalah merayakan memori bagaimana dulu orang tua Susan menjamu tamu. Terbayang bagaimana dulu orang tua Susan minum kopi bersama tamu di teras rumah. Dengan keramahan khas Jember.

...Sebelum menjadi pengusaha sukses, tadinya Agus adalah bankir profesional yang sangat sukses. Mungkin ingin ikut jejak Pak Mu’Min dan Pak Mochtar. Perpindahan kuadran ke wirausaha adalah karena energi kreatifnya tak ingin dibendung sekat-sekat korporasi multinasional. Bisnis utamanya hari ini adalah outsourcing tenaga kerja buat perusahaan-perusahaan besar nasional maupun multinasional.

Tapi Agus tidak lupa kampung halaman. Ia berjanji pada Bupati Jember untuk mendaftarkan Fox sebagai Perseroan Terbatas di Jember, bukan Jakarta. Padahal Fox telah hadir di Jakarta, Banyuwangi dan nantinya akan hadir di 14 kota besar Indonesia. Perusahaan nasional kebanggaan Jember, itu cita-cita Agus.

Hari itu, aku coba utarakan ke Agus pertanyaan yang mengusik hati sejak awal: apa dan siapa yang menentukan siapa yang berada di sebelah kaca yang mana? Bagaimana ia bisa melawan gravitasi kota kecil dan berani untuk sukses di ibukota?

Ternyata Agus bersedia berbagi resep sukses. Yang terutama baginya adalah mindset bertumbuh (growth mindset) dan takut akan Tuhan. Sisanya hanya mengalir berusaha menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat. Dan bukan hanya kekayaan saja yang dikejar dan menjadi fokus. Perjalanan karir itu sendiri yang menjadi fokus utamanya, untuk dinikmati dan disyukuri.

Agus juga percaya pada prinsip menebar kebaikan. Kita akan menuai apa yang kita tabur. Kadang menaburnya di rentang waktu dan dimensi yang berbeda. Ia memberi contoh di usia makin bertambah, kita akan melihat drama-drama yg terjadi di keluarga kita atau orang lain. Dan itulah yg membuat kita terkejut dengan pengalaman hidup ini. Maka dikatakan semua adalah ziarah kehidupan.

Resep sukses ziarah kehidupan ala Agus begitu sederhana tapi masuk akal.

Masih dalam rangka belajar dari orang Jember, kucoba lagi untuk bertanya pada dua orang asal Jember, soal resep sukses.

Yang pertama aku hubungi adalah bankir senior Rusli Sutanto, dengan rekam jejak karir hebat di dunia perbankan nasional dan internasional. Sulit dibayangkan sebelumnya kalau anak Jember ini akan punya karir seperti ini. Saya yakin masih banyak teman-teman sekolahnya yang sulit percaya cerita karir Rusli ini.

Bagi Rusli, kita hanya bisa tahu apakah keputusan karir kita itu benar atau salah, nanti setelah kita sudah di ujung akhir karir kita. Buah dari setiap keputusan kita hari ini adalah misteri. Namun ada satu hal yang dalam observasinya selalu konsisten: keberanian untuk keluar dari zona nyaman.

Dan yang termasuk dalam keberanian keluar dari zona nyaman itu adalah keberanian buat keluar dari kota Jember, untuk membangun karir ataupun bisnis. Soal nanti balik lagi ke Jember untuk berekspansi, itu fase berikutnya, bukan fase awal. Cari dulu pengetahuan dan jaringan bisnis di luar Jember, dengan mindset bertumbuh, kerja keras, tekad bulat, dan belajar untuk semakin bijaksana.

Hebatnya, baik Agus maupun Rusli tidak ragu untuk memberi kredit pada faktor keberuntungan alias hoki. Ini lambang kerendahan hati, sebuah pernyataan atau statement bahwa ada hal-hal di luar kontrol kita.

Soal hoki juga diamini oleh Lindrawati Widjojo, pendiri Sucor Sekuritas dan Sucor Asset Management yang juga asal Jember. Untuk menerima hoki, Lindra membagikan resep: kerja keras, fokus dan determinasi, keberanian ambil risiko, dan berani bermimpi besar. Lindra juga percaya pada prinsip abundance, hidup berkelimpahan, prinsip bahwa Yang Maha Kuasa menyediakan cukup buat semuanya, tidak perlu berebut dengan menganggap semua di sisi kanan dan kiri kita sebagai pesaing dalam berebut periuk nasi.

Prinsip abundance ini memungkinkan  kita untuk merayakan kebersamaan kita dengan alam semesta, kesadaran bahwa semua makhluk hidup adalah bagian dari hal besar yang sama. Tiba-tiba, konsep persaingan tajam dan kompetisi direduksi, atau bahkan dieliminasi.

Dengan prinsip abundance, siapa yang pantas diam di dalam mobil dan siapa yang pantas diamuk badai  tidak lagi menjadi bagian sentral dalam hidup. Tiap individu punya kesempatan yang sama walaupun tidak semua berakhir sama. Fokusnya bukan pada kekayaan material, tapi lebih ke mindset bertumbuh, optimisme, dan kebahagiaan. Kita hidup selaras dengan tujuan hidup kita yang hakiki.

Ziarah kehidupan, keluar dari zona nyaman, dan prinsip abundance. Semua terdengar begitu sederhana? Kucoba mengingatkan diri, bahwa seringkali, hal yang sederhana sebenarnya adalah hal yang paling canggih. Mungkin ini resep untuk menjadi seniman badai, dan berfokus pada menciptakan mahakarya pelangi setelah badai berlalu. Hidup sejatinya tak pernah cuma satu dimensi, bagi mereka yang memilih untuk hidup berkesadaran

Kulangkahkan kakiku meninggalkan Fox Coffee, balik ke mobil. Jendela yang merabun dari tetes air hujan sudah di-lap bersih. Perenunganku pun bergeser. Kaca pembatas dua sisi dunia terasa telah meleleh. Yang tersisa adalah dunia yang satu, yang bertemu pandang hanya dengan optimisme, dan lebih memilih untuk menjadi pemimpin, dan bukan korban.

Written by Wuddy Warsono, CFA
List of Authors
Subscribe
Get up-to-date information by signing up for our newsletter
Contact Us
We are happy to answer any questions you may have
Address
Sahid Sudirman Center
Jalan Jend. Sudirman Kav.86, Lantai 12
Karet Tengsin, RT.10/RW.11
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
10220