Investor Saham Bahagia
29 August 2021
Ada teman dekat yang sempat tanya, skill apa yang ingin saya pelajari di tahun 2021 ini. Saya bilang, ingin belajar mewawancarai orang. Ingin belajar jadi sosok di sisi sebelah sana dalam sebuah wawancara. Kenapa? Karena saya percaya bahwa kualitas hidup kita tergantung pada kualitas pertanyaan kita. 

Akhirnya di masa PPKM, ide ini mulai mengkristal. Daripada mengambil sikap pasif dan membiarkan diri kita terus-menerus dibombardir dan dalam cengkeraman berita negatif, bersama beberapa teman saya belajar untuk merealisasikan ide ini. 

Kami semata ingin mengikuti irama sendiri, yang otentik, proaktif dan tidak reaktif. Sebuah ruang dimana kami seolah bisa teleportasi diri ke tempat kami merasa paling bahagia. Sebuah thinking hub, sebuah bentuk sparring intelektual sambil melepaskan diri dari segala bentuk kepenatan. Sehingga bisa menstimulasi pikiran dengan ide-ide baru. 

Soal bentuknya bagaimana, jujur awalnya belum tahu. Reasons come first, answers come second. Yang penting motivasinya tulus dan baik, jalan saja dulu. Akhirnya semua mengalir, dan terbentuklah Klub Investor Saham Bahagia dengan platform Clubhouse. 

...Berbeda dengan aturan main di Fight Club: “The First Rule Of Fight Club Is: You Do Not Talk About Fight Club. The Second Rule Of Fight Club Is: You Do Not Talk About Fight Club.”, di klub Investor Saham Bahagia justru harus sebarkan berita soal klub ini sebanyak mungkin, supaya kebahagiaan menular. 

Aturan lain di klub ini adalah: saat masuk room, harus dalam keadaan bahagia. Kalau sedang tidak bahagia? Boleh masuk, tetapi saat keluar dari room harus dalam kondisi bahagia. Pure and simple.

Hasilnya bagaimana? Saya bersyukur melihat dalam prosesnya, room ini berhasil membuat para host dan speaker-nya berbahagia. Rasanya yang hadir di room juga ikut bahagia. Banyak banget yang message atau DM. Ada yang kasih masukan pembicara, ada yang kasih ide tema. Ada yang share di story dan feed. Tentu semua kita terima dengan rasa terima kasih. Oh iya, yang tidak kalah penting, ada yang mau kirim pempek dan mie laksa. Thanks for all the love!

OK soal having fun sudah jelas. Lantas bagaimana soal stimulasi pikiran dan ide-ide baru? 

Jujur, saya merasa banyak sekali belajar di room ini. Dan merasa dibuat humble dalam prosesnya. Begitu banyak hal yang saya merasa kembali diingatkan. Semisal soal mempunyai independensi dalam berpikir dan berinvestasi.

Salah satu speaker di acara ini, mantan analis legendaris yang sekarang jadi pengusaha Goei Siauw Hong, mengingatkan cerita di mana waktu saya pertama kali bekerja sebagai analis saham di tim riset beliau. Ada aturan dilarang keras untuk baca report analis lain untuk saham yang sama. Tujuannya adalah untuk menjamin proses pemikiran yang independen, tetap terjaga, dan tidak terpengaruh konsensus yang ada.

Ini contoh proses intervensi upstream yang menyelesaikan problem (dalam hal ini: terpengaruh konsensus). Proses intervensi upstream ini bisa dibaca di buku Upstream karya Dan Heath, yang fokusnya adalah menyelesaikan problem secara proaktif, sebelum problem itu terjadi. 

Kebalikan dengan pendekatan downstream yang reaktif dan tambal sulam. Untuk mencegah ikut arus konsensus, pendekatan downstream-nya mungkin akan memaksa seorang analis yang sudah membaca report-report analis lain untuk selalu mengambil call yang kontrarian. Asal beda aja dengan konsensus. 

Problemnya di mana? Meminjam penjelasan profesor finance Vikas Mehrotra di Freakonomics podcast, problemnya ada di yang namanya “cobra effect”, ketika solusi yang ditempuh justru memperburuk keadaan. 

Nama efek kobra ini lahir dalam masa kolonial Inggris di India. Di masa itu pemerintah kolonial Inggris mencemaskan banyaknya ular kobra di Delhi. Maka diputuskan untuk menggunakan kekuatan insentif. Pemerintah kolonial mengumumkan untuk setiap kobra yang diserahkan ke mereka, akan ada imbalan uang tunai. 

Ternyata jiwa kewirausahaan orang India yang tinggi menjawab pengumuman ini dengan beternak kobra! Tiba-tiba begitu banyak kulit kobra yang diserahkan ke pemerintah kolonial untuk ditukar dengan uang. 

Menyadari kesalahannya, pemerintah kolonial Inggris pun memutuskan untuk mengakhiri semua ini, dengan membatalkan insentif tunai. Namun, kobra sudah begitu banyak diternakkan. Jadi apa yang dilakukan oleh peternak kobra yang tiba-tiba menghadapi situasi harga kobra jatuh ke nol? Mereka melepaskan kobra ini di Delhi!

Upaya untuk mengurangi jumlah kobra di Delhi malah berbuah makin banyaknya ular kobra di kota itu. Kalau memakai kerangka berpikir teori reflexivity-nya George Soros, solusi efek kobra ini tidak mempertimbangkan efek thinking participant. Bahwa pesertanya adalah insan yang berpikir untuk mencari kesempatan dalam kesempitan. 

Masih dalam kerangka mencegah efek kobra dalam berinvestasi, apa yang dibilang oleh salah satu speaker di Investor Saham Bahagia, Jos Parengkuan, adalah satu hal yang menurut saya layak dipertimbangkan. Sebagai salah satu titan di dunia pasar saham Indonesia, beliau bilang bahwa satu kunci suksesnya adalah ketidakpedulian dengan performance orang lain. Sikap ini adalah sebuah vaksin anti FOMO yang ampuh. 

Mengapa demikian?

Karena kalau terlalu fokus pada mengejar performance orang lain, kita akan FOMO dan suka panas. Bukannya mengoptimalkan return, kita malah terjebak untuk memaksimalkan return. Ujungnya akan bermuara pada mengambil risiko yang berlebihan. Kita tahu bahwa risiko berlebihan yang diambil dalam suasana hati yang panas ini sering berakhir dengan kerugian. Mau mengejar performance orang lain, kita malah makin rugi. Cobra effect lagi. 

Mungkin sudah saatnya untuk berhenti membaca klaim-klaim sukses berlebihan di WAG favorit kita, dan kembali berfokus pada proses investasi yang sesuai dengan irama kita sendiri. Proses berinvestasi yang dapat kita nikmati. Dan yang dapat membuat hati kita gembira. 

Bagaimana investasi yang berbahagia itu? Dalam bahasa speaker titan di Investor Saham Bahagia, Patrick Walujo, life is too short. Jadi harus bisa memilih orang-orang yang dapat diajak bekerja bersama, memiliki filosofi dan nilai-nilai yang sama. Atau dalam bahasa seorang titan lain, Pandu Sjahrir, adalah ketika apa yang kita lakukan membawa dampak yang positif bagi masyarakat dan negara tercinta kita.

Setiap orang tentunya berbeda. Kita pilih saja apa paling cocok buat kita, yang membuat kita paling berbahagia dalam proses investasi kita. Yang perlu kita ingat adalah bahwa hidup itu sendiri bukan sebuah perlombaan dengan orang lain. 

Hidup adalah sebuah dansa antara apa yang paling kita inginkan dengan apa yang paling kita takuti. Saya mencoba mengkalibrasikan kedua hal ini dalam diri, dan mencoba mencari solusi upstream untuk meraih kebahagiaan itu sendiri. Supaya bisa memenuhi rules di Klub Investor Saham Bahagia. 

Kalau kalian ingin ikutan jadi investor saham bahagia, room kami terbuka untuk semua... 

Investor Saham Bahagia - Clubhouse

Written by Wuddy Warsono, CFA
List of Authors
Subscribe
Get up-to-date information by signing up for our newsletter
Contact Us
We are happy to answer any questions you may have
Address
Sahid Sudirman Center
Jalan Jend. Sudirman Kav.86, Lantai 12
Karet Tengsin, RT.10/RW.11
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
10220