From Guangzhou with love : A Decade of Growing, Learning and Finding Passion
06 July 2021
Cerita saya dimulai awal 2011, saat semua anak gaul di sekolah punya BlackBerry, saling tulis menulis di Facebook wall sudah seperti kewajiban, semua orang sibuk membicarakan  kegantengan Chris Hemsworth di film Thor, dan betapa menawannya Emma Watson di film seri terakhir Harry Potter. Saat itu hidup terasa begitu menyenangkan (dan datar) untuk seorang anak kelas 12 seperti saya. Tetapi ada satu pertanyaan besar yang sangat menggelitik hati saya, yaitu mau pergi kemana setelah lulus SMA.

Bagi saya, pertanyaan terbesarnya bukanlah jurusan atau universitas mana yang ingin diambil, tetapi tentang kemana saya harus pergi untuk melihat perkembangan dunia. Hidup yang begitu-begitu saja di Surabaya tentu membuat jiwa petualang saya lesu. Di saat yang lain lebih memilih untuk stay di comfort zone-nya di kampung halaman, atau setidaknya pergi ke negara yang berbahasa utama bahasa inggris seperti Singapura dan Australia, mata saya sangat tertuju pada negara China.

Saat itu, tahun 2011, banyak orang mempunyai stigma negatif tentang bagaimana China menjadi pabrik dunia yang identik dengan barang berkualitas jelek dan berharga rendah, dan kebiasaan copycat-nya, Namun saya percaya China memiliki semua kualitas dan potensi untuk menjadi the next superpower country dalam waktu dekat.

Saya sadar betapa besarnya risiko yang harus diambil jika pergi ke China. Pertama, China didominasi penduduk yang sama sekali tidak berbahasa inggris, sementara saya selalu tertidur atau minimal main kartu remi saat mata pelajaran bahasa mandarin di SMA (yang kini saya sesali). Kedua, orang tua sudah nabung mati-matian untuk membiayai keinginan saya ini, jadi risiko gagal dan malu kalau tidak bisa bertahan. Saya bahkan tidak berani menulis di Facebook. Sesuatu sekali untuk tidak curhat di Facebook pada zaman itu.

Bermodal tekad, uang secukupnya, dan doa orang tua, mendaratlah saya di Guangzhou pada Agustus 2011. Gelombang angin panas yang saat sedang terjadi seketika meluruhkan kesombongan saya yang selalu bilang bahwa arek Suroboyo tahan cuaca panas. 

Satu hal yang langsung saya sadari adalah bahwa China yang sering dibicarakan oleh kebanyakan orang Indonesia dan China yang saya lihat dengan mata kepala sendiri adalah dua hal yang teramat berbeda. Ibarat trading saham, tidak perlu waktu lama untuk sadar bahwa ternyata saya punya risk-reward ratio yang sangat bagus.

Kota Guangzhou, 90 menit naik kereta dari Hong Kong, adalah sebuah kota besar dengan infrastruktur berlimpah dan penuh gedung pencakar langit. Tidak hanya itu perkembangannya amat pesat dalam urusan Internet of Things (atau yang sering kita sebut dengan digitalisasi), industri e-commerce, Artificial Intelligence, financial technology services, dan yang menurut saya terutama, inovasi sudah menjadi sebuah trend besar disana. 

Kehidupan saya di China tidak dilalui dengan mudah. Hal-hal seperti keterbatasan bahasa membuat segalanya terasa sangat menyusahkan. Pesan nasi goreng keluar mie goreng sudah sering saya alami. Setelah belajar bahasa Mandarin selama 8 bulan dari nol putul, akhirnya saya lulus HSK 5 (IELTS nya bahasa mandarin), dan mendapat kesempatan untuk kuliah jurusan teknik mesin dan automasi di sebuah universitas ternama di China selatan dengan materi full mandarin bersama para siswa lokal di sana. Mau gak mau harus fasih.

Sungguh berat hidup mahasiswa rantau. Pertama, harus menguasai advanced calculus, teori mekanika kuantum fisika, dan lainnya. Beratnya lagi semua harus dilakukan dengan bahasa mandarin. Lalu, saya harus bekerja paruh waktu karena keterbatasan ekonomi, mulai dari buruh gudang, tukang cuci piring dan pelayan. Di saat teman-teman lain sedang sibuk posting foto bermain salju saat liburan musim dingin, saya bekerja di cafe hotel Shangri-La melayani turis yang datang mengunjungi pameran Canton Fair.

Tetapi saya memandang semua kesusahan di masa itu sebagai berkat (dan malu banget ga sih kalo pulang dalam kondisi gagal). Toh akhirnya semua berhasil dijalani juga dengan baik. High point saya adalah bisa dapat kesempatan untuk bekerja di Shenzhen, Silicon Valley-nya China sebelum pulang. 

Semua perjuangan ini membuat saya sadar akan pentingnya menunda self gratification. Ini yang akhirnya membuat saya sadar akan pentingnya berinvestasi sejak muda. Dari sini barulah saya mulai jatuh cinta dengan dunia finansial.

Sekembalinya ke Indonesia, melihat perkembangan Unicorn dan tech startup di Indonesia rasanya seperti bernostalgia pada saat di China dulu, era dimana Alibaba, Tencent, Baidu, dan akhirnya Pinduoduo saat sedang dalam masa pertumbuhannya yang luar biasa. Setelah melihat betapa tangguhnya ekonomi China meski dihantam pandemi dan trade wars dengan US, serta kuatnya komitmen China untuk menjadi leader dalam perkembangan teknologi dan inovasi seperti tercantum dalam plan 5 tahunan mereka, saya yakin dunia sedang berubah dan masa dimana dunia dengan satu polar ekonomi dan teknologi, yaitu USA, adalah dunia masa lalu. Kemungkinan besar kita akan memasuki dunia dengan dua super power di bidang ekonomi dan teknologi, dan China sedang menjadi pemain kedua tersebut.

Sekarang, berkarir di Sucor Sekuritas sebagai research analyst, sekuritas terkenal dengan transaction growth lebih dari 40% dan 200% user growth pada tahun 2020, dilengkapi dengan research team yang memiliki kemampuan dan track record mumpuni, tepat di saat market mulai melihat kebangkitan sektor teknologi dan new economy, ibarat peribahasanya pucuk dicinta ulam pun tiba.

Saya percaya kemampuan untuk menyadari adanya new trend yang sedang berkembang dan menganalisa dampaknya pada Indonesia akan membuat kita selalu one step ahead. Didukung dengan latar belakang dan kemampuan yang saya miliki, serta akses, pengalaman, dan relasi yang telah terbangun bertahun-tahun lamanya di China, sungguh menarik bagi saya untuk dapat mengisi peran yang unik ini dengan berbagi hasil pengamatan dan analisis saya terhadap banyak hal yang terjadi di sana. 

Mengingat sistem pemerintahan China yang membatasi keterbukaan informasi dari dan kepada dunia luar, dan kiblat media dunia yang masih western-centric, informasi tentang perkembangan terbaru di China masih suka terbatas. Saya percaya dengan adanya new investment insights, ide-ide baru, update perkembangan ekonomi, sosial, teknologi, new happening trend, new economy trend etc yang akan saya dan Sucor Sekuritas bagikan dalam angle yang baru ini dapat membantu kita semua dalam mengambil keputusan dan menikmati perubahan besar yang langka ini.

Written by Paulus Jimmy
List of Authors
Subscribe
Get up-to-date information by signing up for our newsletter
Contact Us
We are happy to answer any questions you may have
Address
Sahid Sudirman Center
Jalan Jend. Sudirman Kav.86, Lantai 12
Karet Tengsin, RT.10/RW.11
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
10220