Kunang-Kunang Di Malam Hari
24 November 2020
Kunang-kunang di malam hari

Hari ini adalah hari kebebasan saya! Bebas setelah menjalani masa karantina 14 hari di Hong Kong. Karantina ini diwajibkan bagi mereka yang datang ke Hong Kong dari negara-negara dengan jumlah penderita Covid yang masih tinggi. Hal ini adalah bagian dari upaya Hong Kong untuk membentengi diri dari Covid-19. 

Empat belas hari harus dijalani tanpa keluarga dan sahabat, tanpa bisa menyalurkan hobi jalan kaki, tidak bisa cukup menikmati sinar matahari (yang ironisnya banyak dibilang sebagai anti Covid), dan dengan ruang gerak yang sangat terbatas di dalam kamar hotel tempat karantina. Tapi jujur yang lebih menakutkan adalah soal masalah kesepian.

Saking kesepiannya, hampir semua telepon yang masuk saya terima dengan antusias, termasuk telpon dari sales kartu kredit. Semua ajakan meeting digital saya iyakan. Juga makin panjang durasi meeting-nya, makin senang. Konferensi digital yang ada, saya daftar dan ikut semua.

Tentu aspek positif karantina dua minggu juga banyak. Kesempatan solitude dan kesempatan untuk slow down, misalnya.

Tapi juga yang tidak kalah penting adalah kesempatan untuk lebih menghargai hal-hal yang tadinya kita take for granted. Hal-hal yang lupa dihargai saking terbiasanya kita dengan hal-hal tersebut.

Di hari kebebasan ini, saat karantina usai, saya tersadar hal-hal “remeh” itu begitu saya rindukan. Berinteraksi dengan manusia misalnya. “Korban” ajakan ngobrol saya yang pertama adalah taxi driver. Namanya Sin Sai Min. Kebetulan bahasa Inggrisnya lancar. Orangnya juga ramah, atau mungkin ia sekedar kasihan mendengar saya baru keluar dari karantina.

Istri Sai Min orang Filipina. Jadi ia mendengar langsung dari sang istri bagaimana Covid-19 telah menimbulkan banyak masalah di Filipina. Hal ini mendorong Sai Min untuk berupaya berkontribusi mencegah penyebaran Covid di Hong Kong. Tahun ini, Sai Min telah melakukan tes Covid tidak kurang dari empat kali. Juga Sai Min menyediakan hand sanitizer di taksinya. Persediaan ekstra masker juga selalu lengkap, kalau-kalau ada penumpang yang butuh. Semua dari kantong pribadi, demi dunia yang lebih baik.

Hal “remeh” lainnya yang hendak saya lakukan hari itu juga adalah berjalan di alam terbuka. Setelah selesai meeting dan makan malam, saya paksakan jalan di alam terbuka. Suhu udara sekitar 23-24 celcius menjadi insentif tambahan untuk menikmati malam hari dengan berjalan kaki.

Yang menarik, walau lokasi jalan kaki tidak jauh dari jalan besar di Hong Kong, alamnya masih sangat terjaga. Salah satu tandanya adalah kehadiran kunang-kunang, yang hanya mungkin ada kalau udara bersih dan habitat masih terpelihara.

Setelah berjalan kaki sekitar satu setengah jam, saya sebenarnya masih ingin terus jalan. Ingin balas dendam setelah dua minggu terkurung. Tapi kaki saya ternyata sudah menjadi malas karena kurang jalan akibat keterbatasan ruang semasa karantina. Kaki yang kuat, fisik yang sehat, ternyata juga harus masuk daftar taken for granted. Kita sering lupa bersyukur untuk perkara ini.

Hari ini saya mau bersyukur untuk kesempatan berinteraksi dengan sesama, jalan kaki di alam yang indah, dan karunia kesehatan. Semua itu adalah bagian dari magic moment dalam hidup kita.

Rasa bersyukur itu bermuara pada diri kita yang lebih bahagia dan termotivasi oleh hal-hal indah dalam hidup, sehingga menimbulkan keinginan untuk berbagi kebahagiaan pada sesama. Oleh karenanya, saya ingin rasa bersyukur ini menjadi bagian penting dari ritual sehari-hari. Selalu bersyukur. Abundance datang, bahagia menyapa dan abundance bertambah dan bertambah.

Kalau kita bahagia, sukses dalam karier dan pekerjaan jauh lebih mudah diraih. Seperti kunang-kunang yang menyukai alam yang lestari, manusia juga lebih menyukai mereka yang hatinya gembira. Kalau sudah suka, apa sih yang nggak dikasih? Tip saham misalnya.

.

.

.

Empat belas hari saja

Aku di sini sendiri..

Kamu di sana juga sendiri.

Di sini hening sekali..

Di sana mungkin bisa ada suara.

Ku lihat dari jendela kamar..

Semua tidak juga bergerak di luar sana

Di kamar ini  hening menemaniku..

Renung menyapaku, apa yang kau cari.

Hari pertama , kedua, ketiga dan terus berlalu..

Seperti lembaran kertas yang ‘ku tulis.

Hari ini tiba hari ke empat belas..

Empat belas hari telah ubah diri. 

Jadi diri yang lain..

Jadi diri yang punya lebih banyak cinta, asa dan..

tahu bersyukur atas hidup, suka dan cita..

Diri yang bukan kemarin.

Asmara Devi, Jakarta - 12.11.2020.

.

.

.

Written by Wuddy Warsono, CFA
List of Authors
Subscribe
Get up-to-date information by signing up for our newsletter
Contact Us
We are happy to answer any questions you may have
Address
Sahid Sudirman Center
Jalan Jend. Sudirman Kav.86, Lantai 12
Karet Tengsin, RT.10/RW.11
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
10220